Translate

Sabtu, 21 September 2013

Makanan Indonesia di Resto Los Angeles



DSC_0817.JPG
Clarissa Wei
Siomay from Indo Kitchen
Indonesian food is fundamentally earthy: Think of spicy red sambal sauce paired with ayam goreng (fried chicken), or fish paste balls and a creamy peanut sauce over lean bean sprouts and crispy green vegetables. Meals are sometimes served on banana leaves, and each dish is designed to stuff you full. And if you're into exotic fruit, all of these places serve up a mean durian milkshake. The cuisine is as diverse as the 18,000 islands on the archipelago of Indonesia. There isn't much of it in Los Angeles. In the States, there are only 44,000 Indonesians compared to the six figure count of Chinese, Japanese and Koreans, respectively, and the restaurant figures reflect that statistic.
Turn the page for our round-up of five great Indonesian restaurants in Los Angeles.
DSC_0325.JPG
Clarissa Wei
Chicky's BBQ
5. Chicky's BBQ:
Satay originated in Indonesia, so it's no wonder that the grilled meats at Chicky's are so wonderfully succulent. The owners are Chinese-Indonesian and it's one of the few places you can get pork satay -- which can't be found at native Indonesian joints because it's not halal. Although the take-out counter sports Americanized options, grab a seat and try their specialties. Choose the nasi padang for a crash course in Indonesian food. It's a combination plate of chicken and beef curry, a wonderfully spiced-up kale with a coconut-infused boiled egg. 1206 Huntington Dr., Ste. A, Duarte; 626-357-1500.
photo-16.JPG
Clarissa Wei
Mushroom noodle special
4. Janty Noodle:
Located in a spacious plaza off the 10 freeway, Janty Noodle is the city's specialist in Indonesian-style Chinese mie ayam. The key to this dish is the al dente noodles -- but a dollop of sambal adds the extra kick. You'll get a plate of noodles and a foam container of clear broth with fish balls. Do as the locals do: Take a spoonful of sambal and dip it into the broth. Then take another spoonful and smear it all over the noodles. Top it all off with dried shallots and mix well. Their chicken mushroom special is the star of the show: soft mats of egg noodles, two quail eggs, vegetables, bean sprouts, chicken and sliced mushrooms with brightly pink slices of barbecued pork, or babi panggang merah. 989 S. Glendora Ave., West Covina; 626-480-1808.
DSC_0797.JPG
Clarissa Wei
Gado-gado
3. Indo Kitchen:
The food here is by way of West Java. That just means it's saltier than in the east. Like many Asian restaurants, the menu is massive; you just need to know what to order. Start off with the gado-gado, which literally means "mix-mix." It's salad with more creamy peanut sauce than actual vegetables. They also have siomay on the menu -- the Indonesian version of shu mai but topped with a lovely mess of peanut sauce, cabbage, egg and steamed bitter gourd. 5 N. Fourth St., Alhambra; 626-282-1676.
DSC_0406.JPG
Clarissa Wei
Nasi bungkus
2. Wong Java House:
Wong Java House, or house of the Java people, has a remarkably delicious Kalasan fried chicken. The menu is an eclectic mix of offerings from the islands of Jakarta, West and East Java, Kurniawan and Hendra. At $7.50, the nasi bungkus combination plate is a spectacular congregation of beef balado, fried chicken, egg balado and green chili served over a fragrant banana leaf. 1936 West Valley Blvd., Alhambra; 626-289-2717.

Keunikan Indonesia

Ini adalah foto-foto khas dari sebuah entitas bernama ‘Indonesia’ dengan segala keunikannya yang tidak ada bandingannya dengan negara lain di dunia!! Ini adalah wajah khas Indonesia yang banyak orang tidak menduga dan membayangkannya. Sebuah suguhan kultural yang menarik dan nikmat dipandang. Selamat menikmati!!

No.1


Berjualan dimana saja selagi ada tempat. Bahaya? Nomor tujuh!! Gak ada aturan kok. Selama pemerintah membiarkan dan tidak menyediakan sarananya berarti boleh, ya gak? gitu aja repot

No.2

Ini juga khas Indonesia, setidaknya saya tidak pernah menemukan atau nonton di TV luar negeri, anak-anak dibawah umur mengemis di setiap stopan jalan. Keluarga miskin yang tidak diurus oleh negara sebagaimana diamanatkan UUD 1945, memanfaatkan anak-anaknya mengemis. Dinas sosial tidak kelihatan geraknya. Anjal stopan nampaknya adalah khas Indonesia. Kesulitan bertahan hidup membuat mereka kemana saja bergerak untuk bisa makan dan banyak dari mereka yang menjadikannya profesi.

No.3

Ini khas pemukiman elit Indonesia yang disebut kawasan “The Kuw Muh Elite Village.” Tidak elit gimana, adanya di posat kota metropolitan Jakarta. Disamping komplek elit ini adalah gedung-gedung menjulang tinggi, kapitalisme mengangkang penuh keangkuhan, hutan beton yang keras dan individualisme yang takabur. Sekelompok manusia yang nekat hidup di tengah keangkuhan itu akhirnya harus hidup dimana saja yang penting bisa tidur … Jakarta dan kota-kota besar Indonesia lainnya menghadapi problem rumit soal urbanisasi yang tidak diatur ini …

No.4

Ini yang gak ada di negara maju yang masyarakatnya sering stress berat bahkan sampai bunuh diri. Ngapain bunuh diri, ya gak? Sudah hidup ini cape, bunuh diri lagi. Bodoh amat! Mendingan begini: gapleh dan begadang semalaman. Yang penting senang! Kayak gak tahu aja. Di Indonesia, kerja keras banting tulang juga tetap aja gak ngaruuh …!! Tetap aja miskin. Kemakmuran ekonomi bukan hak kita, tapi hak segelintir orang yang dilindungi negara dan hak para koruptor. Kalau orang kayak hidupnya senang karena kebanyakan duit, kenapa kami rakyat kecil gak boleh??

No.5

Angkot benar-benar makhluk khas Indonesia. Ciri-cirinya adalah: (1) Berhenti dan belok semau gue, alias dimana aja, termasuk di bawah plang “Dilarang Parkir,” (2) orang merokok didalamnya yang sempit itu, (4) dan yang terbaru, pengamen. Karena lahan ngamen sudah semakin sempit, angkot pun akhirnya dipake ngamen juga. Kebanyakan asal genjreng, lagu kemana musik kemana, dan seperti foto diatas nyanyinya keluar lagi, jadi bukan untuk diperdengarkan kepada hadirin penumpang mercedes rakyat itu.

No.6

Nikmaaat …… makan nasi liwet dan makan berjamaah di atas daun. Lambang demokrasi, egalitarianisme, keadilan, transparansi, persamaan hak, kebersamaan, kesetaraan dan lain-lain. Begitu banyak nilai-nilai universal yang terkandung dalam “the great culture of ngaliwet” ini. An unimaginable joy!! Sayang, banyak orang memandang sebelah mata.

No.7

Inilah tamu setia yang khas datang ke Indonesia setiap musim hujan. Musim kering, air surut, musim hujan pasti…pasti… dan pasti banjir. Gituuuu…. aja terus sepanjang tahun!! Akibat pembangunan yang tidak terencana dan tidak dikendalikan, begitulah hasilnya. Di negara lain, ada juga dong banjir, tapi umumnya tidak terduga, misalnya karena badai topan dsb. Tapi indahnya Indonesia, banjir itu rutin alias selalu always, tidak oleh badai, tapi oleh kekhasan Indonesia saja. Kalau musim hujan datang, pasti banyak banjir dimana-mana. Jangan tanya pemerintah lah, kesalahkaprahan pembangunan pemukiman sudah sangat parah, Coba gimana kita tidak bangga? Hidup Indonesia!!

No.8

Pesta rakyat Agustusan. Walaupun banyak yang mengkritik, peringatan kemerdekaan bangsa kok acaranya hanya gini-gini aja, kurang bermakna. Biarin aja! Jaman kolonial kita gak bisa beginian. Gawat, bisa di dor sama kumpeni!! Mau?? Jangan sentimenlah, yang penting rakyat senang. Kapan pemerintah dan pejabat kita akan menyenangkan rakyat?? Kapan? Ayo jawab?? Gak bisa jawab kan?? Ya iyya laah….. wong mereka cuma mikirin perutnya sendiri.

No.9

Ini yang khas dari kuda Indonesia yang sekarang gak mau makan rumput lagi karena sudah berganti dengan bensin/premium. Spesies ini, dari Medan hingga Jayapura, memiliki ciri-ciri yang sama: bergimung seperti lalat, melabrak lampu merah, majunya nyerempet-nyerempet, kalau lagi macet trotoar jadi alternatif, di stopan menuhin zebra cross hak para pejalan kaki dan melaju melawan arah. Karena produksinya tidak diatur, jalur khusus tidak dibuatkan, penegakkan hukum hanya soal tilang lalu polisi dapet duit, pengaturan sepeda motor akhirnya menjadi sangat susah dan rumit untuk rapih dan tertib. Hidup di Indonesia benar-benar merdeka. Hidup Indonesia …

No.10

Di Indonesia, budaya antri adalah sangat mahal, karena mahal dan jarang ditemukan ketertiban berantri, jadinya ya khas Indonesia. Antri baru hanya ada di lembaga-lembaga modern seperti bank, kantor-kantor pemerintah dan swasta, kampus dll. Tapi berapa persen itu? Itu hanya pemandangan kecil di wilayah perkotaan, sedangkan kota-kota hanyalah titik-titik di negara besar Indonesia. Umumnya, di masyarakat terutama di pedesaan dan wilayah rurban (desa-kota) masih susah dengan budaya antri. Dan ada yang menarik, kalau pun masyarakat kita antri, biasanya badannya berdekatan, sampai kena dan bersentuhan. Ini sesuatu yang tidak ada di negara maju. Apalagi bila sudah ngantri kebutuhan pokok. Kesadaran rendah, penduduk yg terlalu banyak dan lahan yang sempit semua menyatu menjadi adonan sering susah untuk di atasi. Kalau Anda, tidak merasakan ini khas Indonesia, coba sekali2, jangan diam di kantor mewah dan modern saja, di tempat-tempat yang nyaman saja, sekali2 ke daerah, ke terminal, ke tempat2 berjubel menyatu dengan masyrakat kecil agar merasakan aslinya indonesia.